Cemburu Berujung Bui
Batas antara benci dan cinta memang sangatlah tipis. Setidaknya itulah yang dirasakan oleh sebut saja Arjuna berusia 26 tahun yang berasal dari Tebingtinggi Sumatera Utara. Arjuna yang tengah menjalin cinta dengan Siska berusia 19 tahun seorang mahasiswi STKIP PGRI Gunung Pangilun Padang tidak kuasa melawan godaan dan kepincut dengan gadis lain. Merasa diduakan Siska tidak terima dan menemui kekasih hatinya itu. Sungguh tak ada yang menduga jika pertemuan Siska dengan kekasihnya itu adalah yang terakhir kali. Siska seolah menjemput maut dan akhirnya meregang nyawa di di depan kekasihnya sendiri.
Tinggallah Arjuna menyesali nasibnya. Niat memadu cinta dengan kekasih yang baru sepertinya tinggal angan-angan. Arjuna harus berurusan dengan yang berwajib untuk mempertangungjawabkan perbuatannya. Ketika diminta menyerahka diri ke polisi, Arjuna tidak membantah. Namun mengingat keamanan dirinya, khawatir akan massa yang beringas dan dendam keluarga Siska, Arjuna akhirnya dijemput polisi di rumah saudaranya di Perumahan Mega Mulia, Kelurahan Belimbing, Kecamatan Kuranji.
Melalui Kompol Winarno Kapolsek Kuranji, Arjuna bercerita bahwa kejadian itu di luar dugaannya. Kejadian ini bermula ketika Siska ingin bertemu Ajuna dan mereka berjanji bertemu tak jauh dari sebuah mushala di Pincuran Tujuh, Kuranji Jumat siang. Pada pertemuan itu Siska menanyakan kebenaran kabar bahwa Arjuna juga memiliki gadis lain. Tak ingin berbohong dan sepertinya tak peduli hati kekasihnya terluka, Arjuna mengakui bahwa memang benar dia memiliki gadis lain yang bernama Irda
Di luar dugaan ternyata Siska marah dan menampar Arjuna. Kisah manis yang selama ini menghiasai hari-hari mereka seolah terbang begitu saja. Arjuna yang tidak terima ditampar, balik menampar Siska. Dari tampar menampar akhirnya menjadi pukul memukul. Siska yang saat itu memegang pena menusuk kaki Arjuna dengan pena itu. Merasa kesakitan, tanpa rasa belas kasihan Arjuna memukul Siska hingga terkapar. Tidak puas dengan pukulan itu, Arjuna yang telah kehilangan akal sehatnya mengambil linggis yang ada dekat mushala dan memukulkan ke kepala Siska. Masih belum puas lagi, Arjuna yang telah dirasuki setan menusukkan linggis tersebut ke punggung orang yang pernah dicintainya itu.
Dimanakah rasa cinta dan sayang selama ini? Rasa itu begitu cepat sirnanya hanya karena masalah sepele yang seharusnya dapat diselesaikan secara arif. Andai Arjuna lebih bersabar menghadapi kemarahan Siska, atau Siska menerima dengan lapang dada sikap Arjuna tentu saja tragedi ini tidak akan terjadi. Namun apa daya, penyesalan tak ada gunanya, nasi telah menjadi bubur. Arjuna terlanjur menjadi pembunuh, dan yang dibunuh adalah kekasihnya sendiri.
Menyadari Gadis yang bercita-cita menjadi guru ini tak bernyawa lagi, Arjuna menyeretnya dan menyandarkannya di bawah pohon kelapa. Kemudian Arjuna pulang ke rumah saudaranya untuk mandi dan membersihkan pakaiannya yang berlumuran darah. Sekitar pukul 18.00 WIB Arjuna kembali lagi ke lokasi dan masih mendapati mayat Siska di sana. Jasad Siska kemudian di seret lagi dan di buang ke Parit dekat mushala. Yakin hasil kerjanya tidak diketahui orang, Arjunapun pulang kembali ke rumahnya.
Pukul 16.00 keesokan harinya warga kelurahan Kalumbuk gempar karena teriakan May seorang warga berusia 50 tahun yang melewati jalan dekat parit itu. May sangat tekejut melihat sosok wanita yang tertelungkup dan berlumuran darah. May memberitahukan apa yang dilihatnya pada warga lain, dan warga menghubungi pihak Polsek Kuranji.
Penelusuran polisi akhirnya menemukan petunjuk bahwa Arjunalah pelakunya. Tidak menemui kendala yang berarti, Arjuna bersedia menyerahkan diri pada polisi. Saat ini Arjuna mendekam di salah satu ruang tahanan Mapolsekta Padang. Niat untuk bersenang-senang dengan kekasihnya yang baru pupus sudah. Arjuna tentu harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Anakku Sayang, Anakku Malang
Tidak ada orang yang bercita-cita ingin jadi pengemis. Akan tetapi, jika tidak ada cara lain yang halal, cara hina ini dapat dijadikan alternatif profesi yang menghasilkan uang. Setidaknya itulah yang dilakukan seorang ibu paruh baya ini. Dengan wajah memelas wanita ini memohon belas kasihan siapa saja yang lewat di dekatnya. Si ibu yang sehat walafiat dengan pakaian khas pengemis duduk sambil memegang sebuah payung atau lebih tepat memayungi. Di pangkuan si ibu berbaring seorang remaja laki-laki berusia 26 tahun. Jika dilihat sekilas tak ada yang kurang di tubuh pemuda itu. Tubuhnya nyaris sempurna. Hanya bibir anak itu yang tidak sempurna karena dia terlahir sumbing.
Hampir setiap orang yang berkunjung ke kota Bukittinggi dan singgah di Jam Gadang akan bertemu dengan kedua pengemis ini. Menurut Warni wanita berusia 65 tahun asli Bukittinggi, pengemis ini mengemis sejak anaknya yang berbibir sumbing itu masih bayi. Jika umur anaknya sekarang 26 tahun, berarti sudah 26 tahun pula masa kerjanya sebagai pengemis. Suatu kurun waktu yang tidak singkat. Ketika ditanya kepada ibu pengemis sebut saja bernama Siti Nurbaya berusia 54 tahun ini, ia membenarkan bahwa anaknya yang sebut saja bernama Baim itu dibawanya mengemis sejak masih bayi.
Menurut salah seorang warga yang bernama Nilam yang mengaku bertetangga dengan kedua pengemis itu, dulu pernah ada perusahaan terkenal berniat membiayai operasi anaknya. Tidak itu saja, perusahaan tersebut juga menjanjikan beasiswa pendidikan untuk Baim. Namun, si ibu yang tidak pernah mengenyam bangku sekolah ini menolak bantuan tersebut. Ketika ditanya kebenaran berita itu, si ibu membantahnya.
“Indak ado doh!”, jawabnya.
Jawaban wanita ini bisa jadi benar. Namun, ketika kita ingat akan program pemerintah tentang operasi bibir sumbing gratis untuk masyarakat kurang mampu, boleh jadi wanita ini berbohong demi menutupi “kelakuannya”. Tubuh cacat anaknya dimanfaatkan untuk memancing rasa belas kasihan orang lain. Dan uang hasil mengemis itu dinikmatinya selama bertahun-tahun.
Andai wanita ini bisa berpikir cerdas dan menerima tawaran bantuan dan beasiswa pendidikan, dia tidak perlu berpanas-panas lagi dan pasang muka memelas mengharap belas kasihan orang lain. Dia tidak saja mendapat uang Rp. 50.000,- sehari jika mujur dan kadang hanya membawa Rp. 15.000,- saja. Itupun sudah kejar-kejaran dengan sang anak karena anaknya sudah capek berbaring dan ingin bermain di time zone tidak jauh dari tempatnya mengemis. Wanita ini sekarang mungkin sudah hidup enak menikmati jerih payah anaknya dengan cara yang lebih terhormat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar